Saturday 11 January 2014

Nasihat Ibu

    

      Ibu adalah orang yang selalu ada di setiap kita membutuhkannya, walaupun kita berada jauh darinya namun doanya tak henti ia panjatkan untuk kita anaknya. Berbicara tentang ibu, saya selalu teringat nasihat ibu yang selalu saya ingat hingga kini yang sering sekali diucapkan oleh ibu saya. Ibu saya berkata seperti ini dalam B.Sunda (Bahasa Daerah Jawa Barat) :
" Jadi jelema mah kudu tungkul, ulah tanggah bisi katajong"
(Kita sebagai manusia harus melihat ke bawah, jangan melihat ke atas nanti tersandung)


      Nasihat yang sederhana namun sangat berarti bagi saya, karena sarat akan makna dan pelajaran di dalamnya. Bila kita tela'ah maksud dari kata itu adalah bahawa adakalanya kita sebagai manusia harus melihat ke bawah. Maksudnya melihat ke bawah bukan selalu harus melihat ke bawah, tapi melihat ke bawah ini dapat diartikan kita harus melihat orang-orang yang berada di bawah kita atau orang-orang yang kurang mampu di bandingkan kita baik dalam segi fisik maupun materi. Lalu kata selanjutnya yaitu jangan melihat ke atas yaitu dapat diartikan bahwa kita jangan terus saja melihat orang-orang yang berada di atas kita atau orang-orang yang lebih mampu di bandigkan kita. Karena semakin kita melihat mereka, semakin kita ingin seperti mereka, hingga nanitnya kita tersandung dan jatuh dalam lilitan hutang dan tersandung ke jurang kesedihan.

      Karena kenyataannya di masyarakat masih banyak yang seperti itu, ketika seseorang melihat orang lain di atasnya membawa mobil atau barang mewah lainnya ia lalu ingin membeli mobil dan yang lainnya, lalu ketika orang di atasnya lebih mampu darinya membeli rumah ia ingin membeli rumah. Walaupun saat itu ia dalam keadaan kurang dari yang di atasnya itu. Lalu apa yang terjadi selanjutnya, yang ada hanyalah keruntuhan atau kebangkrutan menadadak.

      Nasihat ibu saya ini sebenarnya mengajarkan dan manganjurkan saya untuk selalu bersyukur dengan apa yang saya dapatkan saat ini. Ibu saya juga mendidik saya untuk hidup sederhana dan tidak bermewah-mewahan. Nasihat ibu saya ubu sangat baik sekali menurut saya, banyak orang terkadang tidak mengerti maksud dan tujuan dari sepenggal kata-kata di atas dan nasihat orang tua yang terucap. Namun dari kata-kata itu kita di jaka untuk mejadi orang yang sederhana walaupun dalam keadaan lebih dari cukup. Karena nyatanya masih banyak orang yang perlu uluran tangan kita dan toh semuanya yang ada di dunia ini hanya titipan TUHAN. 

       Nasihat ibu saya ini juga bertujuan mengajarkan saya agar selalu bersyukur atas apa yang saya dapatkan sekarang ini. Ibu saya menginginkan saya untuk menjadi orang yang selalu taat beribaadah, karena dengan banyak banyak bersyukur tentu saja cara yang harus kita lakukakan adalah beribadah. Karena semua rizki yang diberikan ini adalah datangnya dari TUHAN dan kita harus mensyukurinya bukan malah sebaliknya. Apa yang kita dapatkan sekarang ini belum tentu orang-orang yang di sekeliling kita merasakan hal yang sama. Maka dari itu, apa yang anda dapat sekarang ini syukuri saja dan selalu ingat akan semua hal yang telah TUHAN berikan kepad anda. Karena dengan begitu anda akan tenang hidupnya, karena anda tidak memikirkan apa yang orang lain punya tapi apa yang anda punya saat ini, pergunakan itu dan syukurilah nikmat yang TUHAN yang berikan kepada anda, semuanya.

       Nasihat ibu akan selalu saya ingat sampai kapanpun, saat saya dimanapun. Ibu terima kasih kau telah membiat anakmu ini sadar betapa pentingnya menjaga kesetaraan dan mensyukuri semua yang telah TUHAN berikan kepadaku. Nasihat ibu akan selalu menajdi mottoku. Terima kasih ibu atas semua yang telah kau berikan padaku salama ini. Salam hangat peluk dan penuh cinta, anakmu.






Teringat Masa Kecil

       Akhir-akhir ini disaat saya sedang libur kuliah, saya diberikan mandat oleh ibu saya untuk mengantarkan adik saya yang berusia kira-kira 6 tahun ke sekolah dasar yang letaknya tidak jauh dari rumah kami. Setiap pagi kira-kira pukul 7 pagi saya mengantar adik saya ini menggunakan sepeda motor. Tidak hanya itu, saya juga menjemput adik saya ketika pulang. Ketika saya sedang menunggu adik saya pulang, saya sering duduk di depan kelas tempat adik saya belajar. Di tempat duduk itu saya melihat banyak sekali naak-anak yang kira-kira umurnya 6-10 tahun. Mereka terlihat begitu senang tak terbebani dengan apapun. Mereka bercanda dengan temannya, berlarian, tertawa  bahkan ada yang menjahili temannya.


        Disaat saya duduk saya berfikir dan teringat masa kecil saya dulu, yang sama seperti halnya anak-anak itu. Mereka seperti seolah tidak mempunyai masalah dan beban dalam hidupnya, mereka bebas kesana-kemari tidak ada yang melarang, terkecuali orang tua mereka yang menunggu dan guru-guru di sekolah itu. Di tempat duduk yang sederhana itu saya terus membayangkan semasa kecil dulu dan terus saja berfikir mengenai apa yang anak-anak ini lakukan. Di sebelah kiri, saya meihat beberapa orang tua yang memberikan arahan kepada anak-anaknya, untuk tidak bercanda dengan temannya, ibunya juga mengancam kalau anaknya masih bercanda juga ia akan memulangkannya. Entah apakah itu sebuah ancamana atau hanya untuk menggertak anaknya agar lebih baik dan diam.

      Berbeda dengan sebelah kiri saya tadi, di sebelah kanan saya melihat seorang ibu yang memberi masukan agar tidak bermain dengan beberapa anak yang menurut sang ibu anak itu tidak baik untuk bermain dengan anaknya. Karena mungkin menurut ibunya itu, anak yang dilarang bermain dengan anaknya ini dia agak sedikit nakal dan tidak mau diam.Tak hanya itu sang ibu pun mengatakan anaknya ini seharusnya bermain dengan anak yang pintar agar anaknya ikut pintar juga. Setelah melihat dua kejadian yang berbebeda itu, terbesit dakam benak saya kalau orang itu sedikit memaksa anak mereka secara tidak langsung, walaupun nyatanya itu demi kebaikan anak mereka. Terkadang orang tua memaksakan kehendak mereka kepada anak mereka dengan alasan ini untuk kebaikan mereka, tapi terkadang apa yang mereka paksanakan tidak sesuai dengna kesukaan sang anak, yang nantinya bila sang anak berontak itu akan menjadi boomerang untuk orang tua itu sendiri.

      Teringat semasa kecil dulu, saya mengalami hal yang sama dengan anak-anak itu. Sekarang saya tersadar bahwa dulu orang tua saya memberi arahan yang tegas seperti halnya yang dilakukan para orang tua di sekolah itu, tidak lain tidak bukan adalah untuk mendidik anaknya dan menginginkan anaknya menjadi apa yang orang tuanya harapkan. Hal ini juga untuk kebaikan anaknya juga. Para orang tua melakukan hal-hal itu adalah untuk menjadikan anaknya lebih baik lagi daripada orang tuanya, itulah harapan para orang tua. 

      Saya baru tersadar sekarang, saya menyesal kenapa tidak dari dulu saya menyadari hal ini. Tapi tidak mengapa, lebih baik telat daripada tidak sama sekali. Anda pasti merasakan apa yang saya rasakan saat ini. Maka dari itu, sebelum semuanya terlambat sadarilah dan renungkanlah akan hal ini. Sampai saat ini saya selalu teringat masa kecil saya. Masa dimana saya tidak mempunyai beban yang berat. Begitu indahnya masa kanak-kanak. Saya hanya berharap kepada anda yang membaca postingan ini, untuk tetap selalu menjaga anak-anak anda dan tidak semena-mena terhadap anak anda.






Friday 10 January 2014

Kekuatan Seorang Ibu

Cerita ini berawal dari beberapa bulan yang lalu. Ketika itu saya bersama dengan ketiga teman saya pergi ke rumah salah seorang dosen wanita saya dengan tujuan untuk menjenguk anak beliau yang sedang sakit. Disana kami disambut dengan baik dan hangat sekali oleh ibu dosen (begitu saya memanggil). Selang beberapa lama kemudian mulailah obrolan yang membuat hati saya terenyuh dan tersadar akan sesuatu yang sangat saya lupakan selama ini. Di obrolan itu  saya mendengar sendiri cerita dari seorang dosen dan juga seorang ibu yang mangalami kejadian yang kurang meng-enakkan.

Sang ibu dosen bercerita bagaimana pengalamannya ketika ia mambawa anaknya pergi ke rumah sakit, saya tak bisa bilang apa penyakitnya karena saya terlalu sedih untuk menyebutkannya. Sang ibu dosen mengatakan pada keadaan seperti itulah seorang ibu haruslah kuat dan tabah menghadapi segala rintangan yang terjadi terutama yang terjadi terhadap anaknya. Ia pun berkata dikala anaknya sakit, ia harus menahan rasa sedihnya dan air matanya agar tidak keluar, dan digantikannya dengan rasa senang untuk menghibur sang anak, seketika itu pula di saat yang bersamaan ia pun harus memerhatikan suaminya yang sakitnya kambuh tapi tak separah penyakit anaknya.

Dalam keadaan seperti ini, ia harus berfikir dan mengambil keputusan cepat disaat genting ini, karena kalau bukan beliau siapa lagi. Lalu sang ibu dosen berfikir, bila ia terus larut dalam kesedihan siapa nantinya yang akan mengurusi anaknya dan suaminya selain ia. Maka dari itu, ia berusaha tabah dan kuat untuk menghadapi semuanya walaupun kenyataannya dalam lubuk hatinya yang paling dalam ia tidak kuat untuk  menghadapi semuanya tapi ia memaksakan dirinya untuk bertahan. Sampai akhirnya pun ia berhasil untuk bersikap tabah dan kuat. Hingga akhirnya ia bisa bercerita kepada saya dan teman-teman saya, walaupun dalam keadaan berlinang air mata saat ia bercerita.

Dari cerita beliau dan dari setiap air mata yang keluar dari matanya saya tersadar bahwa peran seorang ibu dan istri amatlah penting di keadaan seperti itu. Itulah kekuatan seorang ibu dalam menghadapi setiap masalah yang menghadangnya. Selama sang ibu dosen bercerita, saya melihat sisi yang lain dari beliau. Karena biasanya saya di kampus hanya melihat beliau yang tegas, ramah, dan bahkan penuh canda. Tapi kali ini saya melihat beliau sebagai seorang ibu yang saat itu harus menemani anaknya dalam menghadapi masalah yang sedang mereka hadapi. Kekuatan seorang ibu begitu berarti bagi sang anak ketika saat seperti ini.

Setelah mendengar cerita sang ibu dosen saya tersadar bahwa peran seorang ibu dan seorang istri sangatlah penting di dalam sebuah keluarga. Walapun banyak orang yang berspekulasi dan mengatakan bahwa wanita itu terkadang lemah, lembut, dan kadang tidak bisa menahan rasa harunya. Tapi setelah mendengar cerita sang ibu dosen sontak spekulasi dari orang-orang itu menjadi tak berarti dan seolah isapan jempol belaka.
Saya sebagai seorang pria yang nantinya akan menjadi seorang suami dan ayah, tak kuasa menahan rasa haru disaat sang ibu dosen bercerita dengan semua celotehan sang ibu dosen yang ia berikan kepada kami. Saya berkata dalam hati saya, inikah kekuatan seorang ibu. Saya mencoba untuk menahan rasa haru itu jangan sampai saya mengeluarkan air mata, karena bukan itu tujuan saya dan teman-teman di kala itu. Tujuan saya dan teman-teman saya adalah untuk menghibur sang ibu dosen yang sedang tertimpa musibah. Akan gagal tujuan saya itu bila saya larut dalam rasa sedih.

Cerita sang ibu dosen di sore hari itu, mengingatkan saya akan kejadian sewaktu adik saya dirawat di rumah sakit. Lagi-lagi ibu yang berperan penting dalam menjaga dan merawat adik saya. Saya merasa ketabahan ibu saya di uji kala itu, dimana ia harus menerima anaknya kesakitan saat tubuh sang anak di pasang selang infus. Mungkin peran ibu saat itu sangat penting, tapi peran ayahpun tak kalah pentingnya juga. Sang ayah selalu mensupport sang anak dan sang ibu dari belakang.

Kekuatan seorang ibu terkadang melebihi kekuatan seorang ayah. Saya berfikir demikian karena membayangkan apa yang dialami oleh dosen wanita saya dan tentunya melihat kejadian sewaktu adik saya dirawat di rumah sakit. Kekuatan seorang ibu ini bukan berdasarkan kekuatan fisik, tapi dalam hal kekuatan batin dan perasaan. Ibu terkadang sulit ditebak, tapi itulah ibu. Itulah kekuatan seorang ibu yang amat dahsyat. Disaat seorang ibu itu dikabarkan oleh dokter ia memiliki janin dalam kandungannya, ia pasti akan sangat gembira sekali menyambut kedatangan sang jabang bayi. Namun ia harus membawa janin itu dalam perutnya kemanapun ia pergi selama 9 bulan, hingga akhirnya sang anak lahir ke dunia. Tak sampai disitu, sang ibu juga harus berjuang antara hidup dan mati dalam melahirkan anaknya. Maka dari itu selalu ingat jasa ibu anda masing-masing, jangan pernah anda mempermainkan seorang wanita, karena ia kelak akan menjadi seorang ibu dan bila anda mempermainkan wanita sama saja anda mempermainkan ibu anda. Kekuatan seorang ibu tak dapat kita kira dan tak disangka sangka seberapa besar kekuatannya, tak terlihat namun kadang dapat melebihi kekuatan seorang ayah.

Hanya sekedar berbagi, tidak lebih.