Thursday 13 February 2014

Demi Kesehatan Ayah

      Beberapa hari yang lalu saya melihat suatu program acara tv yang bertemakan Talkshow Kesehatan di salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia. Acara itu tidak seperti biasanya yang saya lihat. Kali ini acara itu menayangkan cerita tentang seseorang Ayah yang menderita penyakit yang menyebabkan kerusakan pada hatinya sehingga ia harus bulak-balik ke rumah sakit tiap bulannya. Sang narasumber menceritakan bahwa ia sangat malu ketika harus meminta izin dari kantor setiap bulannya untuk pergi ke rumah sakit. Pada saat itu ia pun meminta saran dokter yang biasanya memberikan pengobatan kepada Bapak tersebut. Dokter tersebut mengatakan “bila Bapak sanggup saya sarankan untuk mencangkok hati dan mencari pendonor yang mau mendonorkan hatinya untuk bapak”. Bapak itu pun pulang ke rumah dan menceritakan apa yang disampaikan dokter tesebut kepada anak dan istrinya. Lalu tanpa dipinta oleh siapapun anak perempuan dari bapak itu, langsung menawarkan dirinya untuk menjadi donor untuk ayahnya. 


      Seketika sang ayah menangis dan tak bisa berkata apa-apa. Anak perempuan itu lalu meminta izin kepada ibunya mengenai hal itu, namun sang ibu tak tega sehingga tak mengindahkan permintaan anaknya itu. Semua yang dilakukan anaknya itu demi kesehatan ayahnya. Anak perempuan itu berkali-kali meminta izin kepada ibunya sampai kurang lebih 3x, hingga yang keempat kalinya sang ibu dengan berat hati sambil berlinang air mata ia akhirnya mengizinkan anaknya untuk mendonorkan sebagian hatinya untuk ayahnya walaupun dalam hati sang ibu ia merasa sangat berat mengatakan “iya” untuk permintaan anaknya tersebut. Itu semua demi kesehatan ayah. Selepas itu mereka bertiga sambil menangis saling berpelukan bersama.

      Sang ayah hanya bisa berkata “apapun keputusanmu ayah sangat menghargai itu, tapi apakah kamu yakin akan keputusanmu?”. Anak perempuan yang kini duduk di bangku kuliah itu berkata, “ayah, aku sudah bulat ingin menjadi donor untuk ayah apapun resikonya yang terjadi nanti kalau sampai perasi ini gagal dan aku meninggal, aku ikhlas karena bisa membantu ayah karena aku kasihan kepada ayah karena harus selalu bulak-balik ke rumah sakit. Inilah keputusanku dan pengorbananku untuk ayah, semuanya demi kesehatan ayah”. Sang ayah semakin sedih dan tak dapat berkata apa-apa. Dia hanya bisa merasa bangga atas apa yang dilakukan anak perempuannya, tapi ia juga tak tega sebenarnya. Sang ibu yang saat itu mendengar hal tersebut kemabli tidak bisa mencegah anak pertamanya untuk melakukan donor itu. Sang ibu hanya bisa menangis dan memeluk anaknya dengan sangat erat, keduanya saling berpelukan dan menangis.

      Kemudian diceritakan setelah musyawarah tersebut, akhirnya tiba waktunya untuk operasi cangkok hati. Dengan izin Tuhan, operasi itu berhasil dan setelah operasi itu sang anak merasa lemah tapi dengan sedikit kesadarannya itu ia ingin sekali menghampiri ayahnya yang sedang terbaring di ruangan lain, karena masih dalam pengaruh obat penenang. Anak perempuan tersebut ingin sekali menemui ayahnya dan meminta maaf kepada ayahnhya, ia takut kalau hari ini adalah hari dan saat-saat terkhir ia bersama dan bertemu ayahnya. Namun keinginannya itu terhambat karena ia tak cukup kuat untuk bangun dari tempat tidur. Di ruangan anak perempuan itu, ia melihat pasien-pasien lain disebelahnya satu persatu meninggal dunia dan ia takut kalau ia akan bernasib serupa.

      Tapi, Tuhan memang maha adil, sang anak perempuan itu ternyata secara berangsur-angsur mulai pulih. Setelah operasi tersebut, berhari-hari setelahnya sang ayah dan anak perempuannya meninggalkan rumah sakit, meskipun sang ayah harus melakukan beberapa terapi untuk mengembalikan fungsi hatinya yang telah dicangkok. Sang ayah mengatakan, setelah beberapa hari ia setelah operasi ia merasi seperti muda lagi dan sang anak yang mendonorkan setengah hatinya untuk ayahnya sekarang juga sudah kembali sehat, bahkan kegiatannya semakin bertambah dan ia baik-baik saja akan hal itu. Di acara itu sang pemabawa acara menanyakan kepada salah satu dokter spesialis hati yang saat itu hadir pula di acara tersebut.

      Pembawa acara menanyakan “apakah hati yang dicangkok itu bisa tumbuh kembali?”. Sang dokter mengatakan, tentu saja bisa tumbuh kembali dan waktunya kurang dari 2 bulan. Tuhan memang maha kuasa, anugerah Tuhan yang maha luar biasa. Sebuah pengorbanan sang anak terhadap ayahnya terbayar dengan manis. Saya melihat acara itu dan pengorbanan sang anak merasa itu adalah suatu hal yang besar dibandingkan dengan apa yang saya lakukan saat ini, saya merasa sebagai anak saya gagal untum memberikan yang terbaik untuk orang tua saya.

      Di saat itu air mata begitu saja menetes dari kedua bola mata saya dan saya tak mampu menahan rasa haru, karena saya merasa saya tak seberani anak perempuan itu atas pengorbanannya demi kesehatan ayahnya. Di bandingkan dengan saya, anak perempuan itu saya merasa sangat kecil dna tak berdaya apa-apa. Tapi saya berjanji pada diri saya sendiri saya akan berusaha untuk membahagiakan dan membuat orang tua saya bahagia .

      Banyak anak yang terkadang lupa akan membahagiakan orang tuanya masing-masing. Maka dari itu mulai saat ini saya mengajak kepada anda untuk melakukan hal yang sama. Kita mulai dari yang terkecil saja terlebih dahulu, walau belum bisa memberikan dan membantu lewat materi, kita bisa membantu dan membahagiakan orang tua kita dengan perbuatan kita dan tingkah laku kita terhadap mereka.








Hanya sekedar berbagi, tidak lebih.

0 comments:

Post a Comment